Refleksi Muharram atas Realitas Dunia Islam yang Tertindas

Di tengah derasnya isu-isu global yang melibatkan negara-negara besar, umat Islam seringkali berada di posisi yang paling rentan: mudah terpecah, mudah diseret emosi, dan lupa membedakan mana musuh nyata dan mana pengalihan isu.

Cina memang terlihat. Mereka datang dengan proyek, pembangunan, bahkan buruh. Tapi Amerika jauh lebih dalam dan tak kasat mata.Mereka hadir melalui sistem ekonomi global seperti IMF dan Bank Dunia, mendikte regulasi ekonomi dan arah kebijakan negara-negara berkembang, serta mengendalikan budaya dan pola pikir lewat media, hiburan, dan pendidikan.

Tanpa perlu pasukan, Amerika telah mengakar dalam sistem dan cara hidup kita. Inilah hegemoni tak terlihat tapi sangat mengikat.

Iran menjadi contoh negara yang sejak 1979 berani melepaskan diri dari hegemoni itu. Iran menolak sistem kapitalisme global, menasionalisasi sumber daya alamnya, menolak dikendalikan IMF, dan membangun sistem mandiri berbasis ideologi Islam dan kedaulatan.

Akibatnya, Iran terus difitnah, diembargo, disanksi, bahkan tokoh-tokohnya dibunuh secara terang-terangan—seperti Jenderal Qassem Soleimani dan ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh.

Namun Iran tak tumbang. Mereka justru menyediakan bensin seharga Rp300/liter, menjamin akses pendidikan dan kesehatan murah, serta mampu bertahan dalam tekanan puluhan tahun.

Saat Iran tidak bisa dijatuhkan lewat perang atau ekonomi, dimainkanlah isu-isu yang memecah internal umat. Konflik perbedaan diperuncing. Persatuan umat dilemahkan dengan menyebarkan narasi perpecahan yang justru melayani kepentingan luar.

Inilah bentuk penjajahan modern: umat tidak lagi dijajah secara fisik, tapi secara narasi dan sistem. Kita dijauhkan dari fokus utama dan disibukkan dengan pertengkaran yang tak produktif.

Refleksi Muharram menuntut kita untuk kembali pada esensi perjuangan Islam: melawan ketidakadilan, menyuarakan kebenaran, dan menjaga persatuan. Umat harus berhenti menjadi korban isu dangkal yang menyesatkan arah perjuangan.

Sementara itu, pada saat sebagian umat mulai membuka mata dan hati terhadap penderitaan Palestina dan dominasi asing atas dunia Islam, justru muncul kenyataan pahit: beberapa negara di kawasan Arab secara terbuka menjalin hubungan diplomatik, ekonomi, dan keamanan dengan Israel maupun Amerika.Alih-alih bersatu memperjuangkan nasib saudara seiman, mereka memilih jalan kompromi demi kepentingan jangka pendek, sekaligus membuka celah lebih besar bagi kekuatan imperialis untuk menancapkan pengaruhnya di dunia Islam.

Salah satu kesadaran penting itu pernah disuarakan dalam tubuh Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Makassar tahun 2010, saat pembahasan usulan komisi, disampaikan pentingnya mengangkat tema dialog antarmazhab sebagai wujud kesadaran bahwa perpecahan internal hanya akan melemahkan umat dalam menghadapi persoalan besar seperti ketimpangan ekonomi, penjajahan sistemik, dan tekanan politik global.Perbedaan adalah realitas, tapi hidup damai dalam perbedaan adalah pilihan kesadaran. Jika umat Islam terus bertikai soal itu, maka kereta sejarah dan kemajuan akan terus meninggalkan mereka.

Justru saat ini, umat harus mulai serius membahas dan mencari solusi untuk:

Ketimpangan sosial.

Kesenjangan ekonomi

Keterbatasan akses pendidikan

Dominasi politik dan budaya asing atas masyarakat Muslim

Refleksi Muharram kali ini sepatutnya menyadarkan kita semua bahwa perjuangan belum selesai. Penindasan hari ini lebih canggih, lebih halus, dan lebih berbahaya karena seringkali disamarkan oleh kemasan modernitas dan demokrasi.

Umat Islam Indonesia perlu lebih cerdas membaca geopolitik, tidak reaktif pada isu-isu permukaan, dan mulai membangun kekuatan dari dalam. Persatuan, kesadaran sosial, dan keberanian berpikir independen adalah fondasi penting untuk membebaskan diri dari dominasi asing.

Kita tidak boleh hanya menjadi pengikut narasi global. Sudah waktunya menjadi pemilik arah perjuangan umat sendiri.

Supriadi : IPimpinan Redaksi SandeqNews

Tinggalkan komentar