JAKARTA, — Kesepakatan perdagangan terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat menuai perhatian serius dari kalangan analis ekonomi. Salah satunya datang dari Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, yang menilai bahwa kesepakatan tersebut bisa berdampak negatif bagi sektor peternakan dan pertanian dalam negeri.

Dalam kesepakatan yang diumumkan pada Selasa (15/7/2025), pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyetujui tarif 0% terhadap produk asal AS yang masuk ke pasar Indonesia. Sebaliknya, produk asal Indonesia yang masuk ke AS dikenakan tarif sebesar 19%, turun dari tarif sebelumnya yang mencapai 32%.

Analis menyebut, perjanjian ini bisa mengancam keberlangsungan industri unggas dan pertanian, terutama jika komoditas strategis seperti ayam dan jagung dari AS bebas masuk ke pasar lokal. “Masalah besarnya adalah produk AS yang dapat memasuki pasar Indonesia dengan tarif 0%,” kata Harry Su dalam keterangannya, dikutip Rabu (16/7).

Pihak-pihak yang terlibat dalam situasi ini adalah:

  • Pemerintah Indonesia yang menyepakati tarif nol persen untuk produk impor asal AS.
  • Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, yang menginisiasi kebijakan dagang tersebut.
  • Harry Su, analis dari Samuel Sekuritas Indonesia, yang memberikan kajian dampaknya.
  • Dan tentu saja, jutaan petani dan peternak lokal yang menjadi pihak paling terdampak.

Kesepakatan tarif ini diumumkan pada Selasa, 15 Juli 2025, setelah melalui proses negosiasi panjang antara pemerintah kedua negara. Reaksi dan analisis mulai muncul sehari setelahnya, Rabu, 16 Juli 2025.

Kebijakan ini berlaku dalam konteks perdagangan internasional antara Indonesia dan Amerika Serikat, namun dampaknya akan terasa di seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah sentra produksi unggas dan jagung, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan sebagian Sumatra.

Harry Su menjelaskan bahwa biaya produksi pertanian dan peternakan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan di AS. Jika ayam dan jagung dari AS yang lebih murah membanjiri pasar lokal, maka produk lokal tidak mampu bersaing, baik dari segi harga maupun distribusi.

“Ini bisa menghancurkan industri unggas. Bahkan, kami perkirakan sebanyak 5 juta pekerjaan bisa langsung hilang,” tegasnya. Sektor-sektor ini selama ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah bawah.

Lebih jauh, kondisi ini juga bisa memicu krisis sosial dan ekonomi di daerah-daerah produsen, mengingat banyak petani dan peternak yang mengandalkan penghasilan dari komoditas tersebut sebagai sumber nafkah utama.

Harry mendesak agar pemerintah Indonesia segera mengambil langkah perlindungan terhadap industri lokal, seperti penerapan safeguard policy, pengendalian kuota impor, atau bahkan menyusun ulang skema perjanjian dagang agar lebih seimbang.

“Pemerintah harus berpihak pada pelaku usaha kecil dan menengah di sektor pertanian dan peternakan. Jangan sampai kesepakatan ini hanya menguntungkan pihak luar,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Donald Trump menegaskan bahwa AS tidak akan membayar tarif apa pun atas produk yang masuk ke Indonesia. “Mereka akan membayar 19% dan kami tidak akan membayar apa pun… kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia,” kata Trump seperti dikutip dari Reuters.

Situasi ini pun menempatkan pemerintah Indonesia dalam posisi dilematis: di satu sisi ingin membuka hubungan dagang yang lebih luas, namun di sisi lain harus melindungi ketahanan ekonomi domestik dari tekanan eksternal yang semakin besar.