Makassar, — Ketua Tim Penggerak PKK Kota Makassar, Melinda Aksa, mendorong kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan dalam audiensi yang mempertemukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Dewan Lingkungan, penggiat lingkungan, perwakilan Bank Sampah, serta pengelola Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), Sabtu (19/7/2025).
Audiensi ini merupakan kelanjutan dari berbagai inisiatif lingkungan yang tengah digagas Pemkot Makassar, termasuk program percontohan TPS3R di dua lokasi, yakni Untia dan Sambung Jawa. Program ini dirancang sebagai model baru pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Kepala DLH Kota Makassar menyampaikan rencana strategis pemindahan operasional Bank Sampah Hidup ke kawasan Untia. Lokasi baru ini diharapkan dapat mempermudah proses daur ulang, sekaligus menjangkau masyarakat di area padat penduduk. Selain itu, pengelolaan TPS3R diusulkan berada di bawah koordinasi langsung UPTD Bank Sampah untuk meningkatkan efisiensi dan kontrol operasional.
Beberapa isu penting turut dibahas, mulai dari peningkatan partisipasi masyarakat, pelibatan perguruan tinggi, hingga penggunaan teknologi digital untuk pencatatan volume dan jenis sampah.
Pertemuan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Ketua TP PKK sekaligus Ketua Dekranasda dan Bunda PAUD Kota Makassar, Melinda Aksa, yang turut memberikan arahan strategis. Hadir pula perwakilan komunitas peduli lingkungan, pengelola bank sampah, serta unsur teknis dari DLH.
Dalam paparannya, Melinda Aksa menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah. Menurutnya, budaya membuang sampah sembarangan dan ketergantungan terhadap petugas kebersihan harus segera diubah menjadi kesadaran kolektif untuk mengelola sampah dari sumbernya.
“Kita tidak bisa hanya sekadar mengimbau. Harus ada mekanisme, regulasi, dan batas waktu yang jelas. Kita ingin masyarakat mulai mengelola sampahnya sendiri mulai dari rumah, komunitas, hingga tempat usaha,” tegas Melinda.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya tentang memilah organik dan anorganik, tetapi juga membentuk gaya hidup ramah lingkungan yang konsisten di seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mendukung visi Makassar sebagai kota zero waste, sejumlah langkah konkret mulai dirintis. TPS3R di Untia dan Sambung Jawa akan dijadikan proyek percontohan. Selain itu, kawasan Baruga akan diproyeksikan sebagai zona bebas sampah atau zero waste area.
Di sisi lain, Melinda mendorong keterlibatan sektor swasta, khususnya dalam pengembangan maggot (larva lalat Black Soldier Fly) sebagai solusi ekologis dalam pengolahan sampah organik. Maggot dikenal mampu mengurai sampah dapur dengan cepat dan ramah lingkungan, serta memiliki nilai ekonomis.
“DLH harus memimpin dan menyusun regulasi pengolahan sampah yang menyasar tempat-tempat komersial seperti restoran, hotel, hingga pasar. Kami dari PKK siap mendukung lewat edukasi di kecamatan dan penyuluhan langsung kepada masyarakat,” ujarnya.
Melinda menegaskan bahwa perubahan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi memerlukan sinergi semua pihak. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas, akademisi, dan sektor swasta menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang kuat, terstruktur, dan berkelanjutan.
Audiensi ini pun menandai langkah awal dalam pembentukan kebijakan dan sistem pengelolaan sampah terpadu yang akan diuji coba pada semester kedua tahun 2025. Jika berhasil, model ini akan direplikasi di seluruh wilayah Kota Makassar.
“Ini adalah kerja panjang, tapi kalau semua pihak bergerak bersama, saya yakin kita bisa menjadikan Makassar sebagai kota bersih, hijau, dan mandiri dalam pengelolaan sampah,” pungkas Melinda.


