SIDRAP, lapagala.com – Dugaan praktik mafia tanah mencuat ke permukaan setelah warga Kelurahan Mojong dan Tellumae, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidenreng Rappang menemukan adanya transaksi jual beli liar di atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Margaressa yang berstatus tanah negara.

Lahan yang seharusnya menjadi aset publik itu dikabarkan telah berpindah tangan secara ilegal kepada sejumlah pihak, bahkan telah diterbitkan sertifikat atas nama perseorangan.

Salah satu tokoh masyarakat yang juga anggota DPRD Sidrap, H. Abd Rahman, membenarkan adanya temuan tersebut. Ia menyebut ratusan hektare lahan eks HGU PT. Margaressa telah diperjualbelikan oleh oknum tak bertanggung jawab dengan dalih ganti rugi.

“Ini jelas akal-akalan. Negara tidak pernah mengalihkan tanah itu untuk diperjualbelikan. Tapi oleh oknum, dilakukan transaksi, bahkan sampai keluar sertifikat. Ini patut diusut tuntas,” tegas H. Abd Rahman saat dikonfirmasi, Sabtu (26/7/2025).

Menyikapi keresahan warga, Forum Masyarakat Bendoro Bersatu Peduli Tanah Negara (FMB2PTN) yang terdiri dari warga terdampak langsung, angkat suara. Koordinator FMB2PTN, Abdul Razak, mengungkapkan bahwa lahan tersebut sebelumnya telah dibahas dalam pertemuan resmi antara Pemkab Sidrap dan pihak PT. Margaressa pada periode 2015–2020.

Dalam pertemuan itu, perusahaan menyatakan kesediaan melepas sebagian lahan HGU seluas 207 hektare. Dari total tersebut, sebanyak 88 hektare dijanjikan untuk dikelola produktif oleh masyarakat. Namun, hingga pertengahan 2025, janji tersebut belum terealisasi.

Sebaliknya, muncul dugaan bahwa lahan negara itu kini dikuasai oleh oknum tertentu dan dijual kepada pihak ketiga tanpa proses legal dan transparan. Aktivitas pembangunan dan penguasaan fisik di lahan tersebut telah terjadi oleh pihak yang tidak memiliki hak sah.

Soroti Hilangnya Aset Daerah

FMB2PTN juga menyoroti hilangnya aset daerah berupa Arena Motor Cross yang sebelumnya dibangun menggunakan dana APBD Sidrap. Arena itu kini tidak lagi ditemukan keberadaan fisiknya.

“Ini bukan sekadar sengketa tanah. Ini soal sistematisnya penguasaan aset negara oleh segelintir pihak. Ada indikasi permainan yang melibatkan lebih dari satu aktor,” kata Abdul Razak.

Ultimatum 14 Hari

Sebagai bentuk keseriusan, FMB2PTN telah melayangkan ultimatum 14 hari (7×24 jam) kepada DPRD dan Pemkab Sidrap untuk:

  1. Menyatakan sikap resmi terkait status tanah eks HGU PT. Margaressa.
  2. Menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga.
  3. Menghentikan seluruh aktivitas jual beli ilegal di atas lahan negara.
  4. Mengembalikan hak-hak masyarakat sebagaimana kesepakatan sebelumnya.
  5. Mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya Arena Motor Cross.

Jika tidak ada respons hingga batas waktu yang diberikan, forum menyatakan siap menempuh jalur konstitusional dengan menggelar demonstrasi besar-besaran, melibatkan media nasional, serta melaporkan kasus ini ke KPK, Ombudsman RI, dan Komnas HAM.

Seruan Reforma Agraria

FMB2PTN mendesak pemerintah agar menjadikan konflik ini sebagai momentum menjalankan reforma agraria sejati yang berpihak kepada rakyat, bukan kepada mafia tanah atau investor.

“Tanah adalah sumber kehidupan. Bila negara membiarkan hak rakyat dirampas, itu berarti negara sedang mencederai konstitusinya sendiri,” tegas Abdul Razak.

Forum mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut mengawal persoalan ini dan memastikan keadilan agraria benar-benar ditegakkan di Sidrap.