Sidenreng Rappang — LapagalaNews Skandal agraria kembali membuncah di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Aroma busuk praktik mafia tanah menyeruak dari bekas areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Margareksa. Sedikitnya 60 hektar dari total 201 hektar lahan yang tidak termasuk dalam peta perpanjangan HGU, kini diduga telah beralih tangan secara ilegal ke sejumlah oknum.
Yang lebih mengejutkan, sebagian besar lahan yang masih berstatus tanah negara tersebut kini telah bersertifikat atas nama pribadi. Data yang beredar bahkan menunjukkan potongan peta blok berwarna biru—area yang telah padat permukiman—menjadi lokasi sertifikat bermasalah tersebut.
Peralihan hak atas tanah secara janggal ini mengindikasikan keterlibatan jaringan mafia tanah yang sistematis. Dugaan kuat mengarah pada praktik klaim palsu, pemalsuan dokumen, serta keterlibatan oknum aparat yang memuluskan penerbitan sertifikat secara ilegal.
Aksi Ratusan Warga Tiga Desa
Fakta ini mencuat saat ratusan warga dari tiga desa terdampak—Bendoro, Talumae, dan Mojong di Kecamatan Watang Sidenreng—menggelar aksi penyampaian aspirasi di Gedung DPRD Sidrap, Senin (28/7/2025). Mereka menuntut pembentukan satuan tugas khusus (Satgassus) untuk menyelidiki skandal ini.
“Kami datang bukan untuk bikin keributan, tapi menuntut keadilan. Tanah negara jangan dikuasai oleh oknum yang bermain di balik meja,” tegas salah seorang orator warga.
Modus Lama, Jaringan Baru
Menurut keterangan warga, modus operandi para mafia ini klasik namun masih ampuh: mengklaim lahan eks HGU sebagai milik pribadi dengan dalih pembebasan atau ganti rugi fiktif, lalu mengurus sertifikat melalui jalur tidak resmi. Bahkan, muncul intimidasi dari preman bayaran agar warga tak mengajukan gugatan.
“Kami mencium permainan kotor dalam penerbitan sertifikat ini. Ada aktor besar di baliknya,” ucap H. Abd Rahman, anggota DPRD Sidrap dari Fraksi NasDem, dengan nada geram.
DPRD Berkomitmen Bongkar Tuntas
Wakil Ketua DPRD Sidrap, Arifin Damis (PKS), menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan bahwa pembentukan Satgassus akan segera dilaksanakan.
“Ini bukan sengketa biasa, ini penggelapan aset negara. Siapa pun yang terlibat akan kami buka di forum resmi,” tegas Arifin.
Senada dengan itu, anggota DPRD lainnya, H. Sudarno (Gerindra) dan Agus Syam (PKS), menyatakan komitmen untuk menghadirkan semua institusi terkait seperti BPN, kepolisian, kejaksaan, dan inspektorat.
“Jangan ada mafia tanah yang berkeliaran atas nama kekuasaan,” tegas Sudarno.
Lima Tuntutan Rakyat
Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat mengajukan lima poin utama:
- Audit menyeluruh terhadap status dan alur kepemilikan lahan eks HGU Margareksa.
- Pembatalan sertifikat yang terbit di atas tanah negara tanpa dasar hukum.
- Penegakan hukum terhadap oknum penerbit dokumen ilegal.
- Pengembalian fungsi lahan untuk kepentingan publik dan negara.
- Pengamanan lokasi untuk mencegah konflik horizontal antar warga.
Jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti, warga mengancam akan melanjutkan aksi ke tingkat provinsi bahkan nasional. “Negara tidak boleh kalah oleh mafia,” tegas salah seorang warga.
Ujian Serius Penegak Hukum
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi integritas lembaga negara, khususnya di daerah. Jika tidak ditangani serius, Sidrap bisa menjadi contoh buruk dalam pengelolaan aset negara dan memperdalam ketimpangan agraria.
Kini masyarakat menunggu: apakah para pemangku kepentingan berani mengurai benang kusut mafia tanah di Sidrap, atau justru membiarkannya terus bermain di balik meja?


