TAKALAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Takalar periode 2025–2029, Ir. H. Mohammad Firdaus Daeng Manye, M.M., sebagai saksi dalam penyidikan dugaan penyimpangan proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina. Pemeriksaan berlangsung Selasa (5/8/2025) terkait pengadaan perangkat Electronic Data Capture (EDC) senilai Rp3,6 triliun pada 2017–2019.

Sebelum menjabat kepala daerah, Firdaus memimpin PT PINS Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia, pada periode yang sama. PT PINS disebut menjadi salah satu pelaksana teknis proyek kerja sama Pertamina–Telkom untuk memantau distribusi dan penjualan BBM bersubsidi secara real time.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan penyidik mendalami dugaan penyimpangan dalam pengadaan perangkat tersebut. Sejumlah pihak, termasuk mantan pejabat PT PINS, juga diperiksa untuk menelusuri kemungkinan pengondisian tender. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2017–2019 menjadi perhatian, antara lain potensi pemborosan akibat duplikasi perangkat network, selisih harga pekerjaan, serta perangkat yang belum dimanfaatkan di ratusan SPBU. Potensi kerugian negara ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.

PT Telkom melalui Assistant Vice President External Communication, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya mendukung penuh proses hukum. Telkom mengklaim telah menyesuaikan kontrak dan memanfaatkan kembali perangkat bermasalah, baik untuk SPBU baru maupun sebagai suku cadang.

Firdaus membantah terlibat dalam dugaan korupsi. Ia menegaskan kehadirannya di KPK hanya sebagai saksi atas perannya di PT PINS. “Tidak ada pernyataan resmi KPK yang menyebut saya sebagai tersangka. Mari kita serahkan sepenuhnya pada proses hukum,” ujarnya.

Proyek digitalisasi SPBU Pertamina merupakan program nasional yang ditandatangani pada 31 Agustus 2018, disaksikan pejabat Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, serta pimpinan Pertamina dan Telkom. Hingga berita ini diturunkan, KPK belum mengumumkan perkembangan lanjutan status hukum para pihak yang diperiksa.