Jakarta, lapagala.com – Lagu nasional “Tanah Airku” ciptaan mendiang Ibu Soed kerap dikumandangkan untuk merayakan kemenangan Timnas Indonesia di stadion. Namun, pemutaran lagu penuh makna tersebut kini memunculkan polemik baru.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) menyoroti penggunaan lagu-lagu nasional dalam acara berskala besar dan menuntut adanya pembayaran royalti. Menurut mereka, pemutaran lagu di ruang publik, apalagi dalam event besar seperti pertandingan sepak bola, wajib mematuhi Undang-Undang Hak Cipta.
“Hein Enteng Tanamal, salah satu pendiri KCI, menegaskan bahwa tidak ada pengecualian untuk aturan ini. ‘Setiap pemutaran lagu di ruang publik, apalagi dalam event besar, wajib membayar royalti sesuai Undang-Undang Hak Cipta,’” ujarnya.
Tuntutan ini didasarkan pada prinsip perlindungan hak ekonomi pencipta dan ahli waris, agar tetap mendapatkan imbalan yang layak atas karya yang digunakan secara komersial maupun publik.
Namun, di tengah tuntutan LMKN dan KCI, pihak ahli waris Ibu Soed justru mengambil sikap berbeda. Mereka menyatakan rasa bangga sekaligus merestui lagu “Tanah Airku” diputar untuk Timnas Indonesia tanpa tuntutan finansial.
“Itu untuk kepentingan bangsa dan negara,” tegas salah satu perwakilan keluarga.
Sikap ini memberi dimensi baru pada perdebatan. Keluarga Ibu Soed menilai pemutaran “Tanah Airku” bukan sekadar penggunaan karya cipta, melainkan upaya membangkitkan semangat kebangsaan dan persatuan.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah PSSI tetap diwajibkan membayar royalti. Namun, restu dari keluarga Ibu Soed menjadi sinyal positif bahwa musik, dalam konteks tertentu, dapat menjadi pemersatu bangsa yang melampaui kepentingan materi.
Lagu “Tanah Airku”, yang telah menjadi ikon patriotisme selama puluhan tahun, kembali mengingatkan bahwa warisan budaya tak ternilai memiliki nilai emosional dan sejarah yang tidak bisa diukur dengan uang.


