Sidrap, lapagala.com – Sebanyak 145 kepala keluarga (KK) warga transmigran dijadwalkan masuk ke Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Desember 2025 mendatang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Jayadi Nas, mengatakan pihaknya tengah menyiapkan lokasi penempatan transmigran di Desa Lagading, Kecamatan Pitu Riase.
“Ini mau datang lagi (warga transmigran) 145 KK Desember 2025 nanti,” ujar Jayadi Nas, Kamis (14/7/2025).
Desa Lagading dipilih sebagai lokasi penempatan karena memiliki lahan seluas 2.948 hektare dan dikenal sebagai desa wisata unggulan. Bahkan, desa ini masuk dalam 100 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024 dengan atraksi wisata seperti trail adventure, perahu wisata, hingga Jembatan Pelangi Lagading.
Jayadi menyebut lahan dan rumah untuk para transmigran baru sedang dipersiapkan. “Saya sudah lihat lahan yang mau ditempati transmigran baru. Baru mau dibangun rumahnya,” jelasnya.
Sejak 2024 lalu, Lagading sudah menjadi tujuan program transmigrasi. Sebanyak 60 KK telah bermukim dan dinilai berhasil beradaptasi dengan lingkungan setempat. Banyak yang sukses mengembangkan usaha berkebun, berdagang di pasar desa, hingga merambah sektor peternakan.
Warga transmigran mendapat fasilitas berupa rumah dan lahan garapan seluas dua hektare per KK untuk usaha pertanian maupun peternakan. Anak-anak transmigran juga dijamin akses pendidikannya.
Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas), Rahmat Muhammad, mengingatkan pentingnya proses adaptasi dalam program transmigrasi. Menurutnya, perbedaan budaya berpotensi menimbulkan culture shock atau gegar budaya.
“Kalau ditempatkan sementara di satu perkampungan sendiri itu cukup bagus. Tidak langsung merapat ke penduduk lokal. Tapi pemerintah harus tetap mengikuti, jangan sampai menimbulkan konflik sosial,” katanya.
Rahmat menekankan bahwa penyatuan dua kelompok masyarakat berbeda budaya membutuhkan proses bertahap. Pemerintah, katanya, harus memfasilitasi ruang sosialisasi agar pembauran berjalan secara terukur.
“Harus ada program pembauran yang difasilitasi pemerintah untuk mempercepat adaptasi. Kalau tidak, potensi konflik bisa cepat muncul,” tegas Ketua Prodi S2 Sosiologi Unhas itu.


