Jakarta, lapagala.com – Sidang praperadilan yang diajukan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, M.Sc., terkait dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT di Kementerian Pertahanan RI (2012–2021) memasuki tahap pembuktian.

Dalam agenda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025), pihak Termohon Kejaksaan Agung RI menghadirkan pakar hukum tata negara dan konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Dr. Fahri Bachmid, sebagai ahli hukum.

Perkara bernomor 85/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel ini bermula dari penyidikan Kejagung terhadap Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kemenhan RI pada 1 Juli 2016, beserta amandemennya pada 15 September 2016. Proyek tersebut diduga merugikan negara dan menyeret tiga tersangka, yakni Leonardi, Thomas Anthony Van Der Heyden, dan Gabor Kuti Szilard.

Dalam keterangannya, Fahri Bachmid menjelaskan aspek konstitusi, filsafat hukum, dan teori hukum terkait mekanisme perkara koneksitas—yakni perkara yang melibatkan unsur sipil dan militer.

Menurutnya, Pasal 89 KUHAP mengatur bahwa penentuan pengadilan berwenang dalam perkara koneksitas dilakukan melalui mekanisme khusus yang ditetapkan undang-undang. Hal ini selaras dengan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang membagi kekuasaan kehakiman ke dalam empat lingkungan peradilan, termasuk peradilan militer yang memiliki kewenangan eksklusif untuk memeriksa tindak pidana oleh prajurit TNI.

“Konstitusi sudah membagi yurisdiksi secara tegas, sehingga harus dipatuhi,” tegas Fahri di hadapan hakim tunggal praperadilan, Abdul Affandi.

Praperadilan ini menjadi mekanisme kontrol hukum untuk menguji legalitas penyidikan dan penetapan tersangka sebelum perkara pokok disidangkan di peradilan militer. Dalam sidang tersebut, Kejagung diwakili oleh Triono Rahyudi, Dr. Juli Isnur, dan Rizal Ramdhani.