Pinrang, Lapagala.com — Pemerintah Kabupaten Pinrang resmi menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 44,26 persen pada tahun 2025. Kebijakan ini disebut sebagai penyesuaian terhadap zona nilai tanah (ZNT) dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Bidang Pendapatan Badan Pendapatan Keuangan Daerah (BPKPD) Pinrang, Harumin, menjelaskan bahwa kenaikan tarif PBB-P2 tidak berlaku untuk semua objek pajak, melainkan hanya pada lahan sawah dan perumahan.
“Sawah dan perumahan yang naik. Sebelumnya pajak sawah hanya Rp71 ribu per hektare per tahun. Sekarang naik menjadi Rp140 ribu per hektare per tahun,” kata Harumin kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

Harumin menambahkan, penyesuaian ini dilakukan karena tarif lama sudah hampir 20 tahun tidak mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut diharapkan dapat mendongkrak PAD Pinrang yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp14,9 miliar, naik signifikan dibandingkan realisasi tahun 2024 yang sebesar Rp10,3 miliar.
“Kalau sawah sejak pelimpahan belum pernah di-update pajaknya. Makanya sudah perlu ada penyesuaian,” tambahnya.
Optimalisasi Penerimaan untuk Pembangunan
Sementara itu, Sekretaris Daerah Pinrang, Andi Tjalo, menegaskan bahwa penerimaan dari sektor PBB-P2 sangat vital untuk mendukung pembangunan daerah. Menurutnya, kenaikan ini merupakan konsekuensi logis dari peningkatan nilai tanah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Penerimaan dari sektor PBB-P2 sangat penting untuk mendukung pembangunan daerah. Penyesuaian ini harus dipahami bersama, bukan untuk memberatkan masyarakat,” jelas Andi Tjalo.
Dia juga meminta seluruh pihak terkait untuk intens melakukan sosialisasi agar masyarakat memahami tujuan kebijakan ini dan meminimalisasi potensi penolakan.
“Kita harapkan komunikasi yang baik kepada masyarakat agar tidak muncul riak-riak. Penerimaan dari sektor ini akan kembali untuk membiayai pembangunan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” pungkasnya.
Hingga saat ini, pemerintah daerah mengklaim bahwa kebijakan penyesuaian tarif ini akan dikelola dengan hati-hati agar tidak memberatkan masyarakat, sekaligus menjaga keseimbangan antara penerimaan daerah dan kesejahteraan publik.


