Sidrap, Lapagala.com — Belasan tenaga honorer perawat dan dua dokter sukarela di Rumah Sakit Arifin Nu’mang (RS Arnum) Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang, mengaku merana karena gaji dan insentif mereka tak kunjung dibayarkan sejak Maret 2025.

Informasi ini diterima Lapagala.com pada Rabu (27/8/2025) dari sejumlah tenaga medis yang enggan disebutkan namanya. Mereka menyebut sudah tujuh bulan tidak menerima gaji, sementara beban kerja di rumah sakit terus berjalan normal.

“Gaji kami tidak dibayarkan dengan alasan tidak masuk data base Badan Kepegawaian Nasional (BKN),” ujar salah satu perawat RS Arnum.

Sebelumnya, para perawat masih menerima insentif bulanan sebesar Rp600 ribu yang dibayarkan melalui dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Namun, sejak April 2025, pembayaran insentif tersebut terhenti total.

Tak hanya itu, jasa rujukan pasien BPJS Kesehatan juga mengalami pemotongan. Dari setiap klaim rujukan sebesar Rp600 ribu, tenaga medis hanya menerima Rp480 ribu.

“Insentif bulanan sudah tidak ada. Begitu juga jasa rujukan selalu dipotong 20 persen. Jadi kita terima hanya Rp480 ribu,” keluhnya.

Selain perawat, dua dokter sukarela di RS Arnum juga belum menerima insentif Rp2 juta per orang sejak Januari 2025.

“Yah, insentif kami selama Januari 2025 belum terbayarkan. Tapi mau di apa, kita tidak bisa berbuat banyak,” kata salah satu dokter dengan nada sedih.

Pihak RS Arnum Buka Suara

Menanggapi hal ini, Kepala Tata Usaha RS Arnum Rappang, Suparta, membenarkan adanya tunggakan pembayaran insentif tersebut. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena ada aturan baru terkait data base BKN.

“Betul, sekarang kami tidak punya dasar memberikan honor kepada mereka yang namanya tidak masuk dalam data base BKN, kecuali ada aturan baru. Insyaallah, kalau ada dasar hukumnya, kami pasti bayarkan,” jelas Suparta.

Suparta juga menegaskan bahwa untuk tenaga sukarela tetap diberikan jasa, namun tidak lagi menggunakan istilah “honorer”. Sementara itu, terkait potongan 20 persen jasa rujukan pasien BPJS, hal tersebut merupakan hasil kesepakatan internal.

“Untuk pemotongan 20 persen itu sudah ada pembagian. Sepuluh persen untuk administrasi, dan sepuluh persen ke bagian opname yang pernah menangani pasien,” tambahnya.

Suparta berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi baru agar tenaga medis non-BKN bisa kembali menerima insentif yang layak.