MAKASSAR, LAPAGALA.COM — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 103-PKE-DKPP/III/2025 di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Kamis (4/9/2025).
Perkara ini diadukan oleh Akbar Nur Arfah. Ia mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Bulukumba, Bakri Abu Bakar (teradu I), serta dua anggotanya, Wawan Kurniawan (teradu II) dan Awaluddin (teradu III).

Akbar menilai para teradu tidak profesional dalam menindaklanjuti laporannya terkait dugaan pelanggaran pemilihan yang dilakukan oleh calon bupati petahana Muchtar Ali Yusuf pada Pilkada Kabupaten Bulukumba 2024. Menurutnya, para teradu cenderung berpihak kepada petahana.
Akbar menjelaskan bahwa perkara ini berawal dari laporannya kepada Bawaslu Kabupaten Bulukumba terkait mutasi sejumlah ASN yang dilakukan oleh Bupati Bulukumba, Muchtar Ali Yusuf, pada periode Maret–September 2024.
Merujuk pada Pasal 71 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah yang kembali mencalonkan diri dilarang melakukan mutasi pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.
Sementara itu, KPU Kabupaten Bulukumba menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati Pilkada 2024 pada 22 September 2024. Dengan demikian, kata Akbar, mutasi ASN yang dilakukan Muchtar telah melanggar ketentuan UU Pilkada.
Namun, laporan yang diajukan Akbar pada 7 Oktober 2024 dihentikan oleh pihak Bawaslu Bulukumba. Menurutnya, para teradu mengabaikan alat bukti dan keterangan ahli, bahkan menggunakan keterangan ahli yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pihak terlapor.
“Para teradu mengabaikan alat bukti dan keterangan ahli yang diajukan, bahkan menggunakan keterangan ahli yang memiliki kekerabatan dengan terlapor,” ujar Akbar.
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Bulukumba, Bakri Abu Bakar, membantah seluruh dalil aduan tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah menangani laporan secara profesional sesuai peraturan perundang-undangan.
Bakri menjelaskan bahwa laporan Akbar telah diregister dan dibahas bersama Sentra Gakkumdu, yang terdiri dari unsur kejaksaan, kepolisian, dan Bawaslu Bulukumba.
“Kami telah melakukan kajian komprehensif berdasarkan fakta-fakta hukum, keterangan pelapor, saksi-saksi, terlapor, ahli, dan pihak terkait,” kata Bakri.
Bakri juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta klarifikasi ke Ditjen Otonomi Daerah terkait mutasi ASN tersebut. Hasilnya, ASN yang dimutasi Muchtar bukan pejabat struktural, melainkan staf pelaksana.
Menurut Bakri, ketentuan larangan mutasi dalam Pasal 71 Ayat 2 UU Pilkada hanya berlaku untuk pejabat struktural, sehingga laporan dinilai tidak memenuhi unsur dan dihentikan.
Terkait keterangan saksi ahli yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak terlapor, Bakri menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang melarangnya. Semua keterangan ahli — baik dari pelapor, Bawaslu, maupun terlapor — tetap dipertimbangkan dalam kajian hukum.
“Keterangan ahli dari Bawaslu Kabupaten Bulukumba, keterangan ahli pelapor, maupun keterangan ahli terlapor semuanya dijadikan pertimbangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Bakri.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, didampingi tiga anggota majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Selatan: Mirfan (unsur masyarakat), Upi Hastati (unsur KPU), dan Abdul Malik (unsur Bawaslu).


