Lapagala.com, Makassar, 19 November 2025 — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Sulawesi Selatan melalui Ketua Bidang ESDM, Andi Akram Al Qadri, secara tegas menolak rencana pembangunan markas Batalyon TNI AD di Tanamalia, Kabupaten Luwu Timur.

Sikap ini disampaikan setelah mencermati temuan dan keberatan masyarakat mengenai potensi konflik agraria, ancaman terhadap ruang hidup petani lada, serta minimnya sosialisasi publik.

HMI Badko Sulsel menilai bahwa rencana pembangunan tersebut Minim Sosialisasi dan Transparansi terhadap Warga Tanamalia, khususnya petani lada yang tidak pernah mendapatkan informasi yang memadai mengenai rencana pembangunan markas batalyon. Proses yang tertutup ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.

Ketua Bidang ESDM Badko HMI Sulsel menilai Potensi Penggusuran dan Hilangnya Mata Pencaharian para petani lokal.

“Pembangunan berpotensi mengalihfungsikan lahan perkebunan lada yang selama ini menjadi sumber ekonomi utama masyarakat. Negara seharusnya melindungi ruang hidup rakyat, bukan mengancamnya”ujar akram

Informasi adanya tekanan terhadap masyarakat terkait pelepasan lahan semakin memperkuat perlunya penghentian proyek ini. Penggunaan pendekatan militer dalam konflik agraria dapat memicu eskalasi ketegangan sosial.

Akram juga menambahkan bahwa Tidak Ada Urgensi Keamanan yang Jelas dalam rencana pembangunan tersebut.

“Tidak terdapat ancaman keamanan signifikan yang membenarkan pembangunan markas batalyon baru. Kebijakan pertahanan harus berbasis kebutuhan nyata, bukan ekspansi yang mengorbankan masyarakat” tambah akram.

Akram juga menilai akan menimbulkan Potensi Dampak Ekologis dikarenakanLokasi pembangunan berada di kawasan sensitif dalam konsesi pertambangan yang sudah memiliki tekanan ekologis tinggi. Ketiadaan kajian lingkungan yang terbuka menambah ketidakpastian risiko ekologis jangka panjang.

Maka dari itu kami dari HMI Badko Sulsel mendesak:

1. Panglima TNI dan pemerintah menghentikan seluruh proses pembangunan sampai ada kajian sosial-lingkungan yang terbuka dan partisipatif.

2. Menggelar dialog publik terbuka bersama masyarakat, akademisi, organisasi lingkungan, dan pemuda setempat.

3. Mengakui dan melindungi hak kelola petani lada di kawasan Tanamalia.

4. Menjamin seluruh proses kebijakan pertahanan sejalan dengan prinsip demokrasi, HAM, dan tata ruang.

“Negara tidak boleh mengorbankan ruang hidup rakyat dengan dalih pembangunan pertahanan. Kami menolak pendirian markas batalyon di Tanamalia karena sarat masalah sosial, agraria, dan lingkungan. Hentikan proyek ini sebelum terjadi kerugian lebih besar,” tutup Andi Akram Al Qadri, Ketua Bidang ESDM HMI Badko Sulsel.